Oleh : Heru Supriyanto*)
Dalam dunia sekolah kita yang serba seragam, perbedaan karakter siswa kerap menjadi masalah bagi pihak sekolah dan guru, khususnya yang langsung bersentuhan dengan siswa dalam proses pembelajaran. Adanya siswa yang \"berbeda\" dengan karakter siswa normal yang lain kerap kali dianggap nakal, gagal, bodoh, lambat, bahkan dianggap siswa yang punya keterbelakangan mental. Jika kita renungkan lebih dalam, ternyata bukan mereka yang bermasalah, melainkan sebenarnya mereka mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu mencerna materi yang diberikan oleh guru.
Dalam dunia sekolah kita yang serba seragam, perbedaan karakter siswa kerap menjadi masalah bagi pihak sekolah dan guru, khususnya yang langsung bersentuhan dengan siswa dalam proses pembelajaran. Adanya siswa yang \"berbeda\" dengan karakter siswa normal yang lain kerap kali dianggap nakal, gagal, bodoh, lambat, bahkan dianggap siswa yang punya keterbelakangan mental. Jika kita renungkan lebih dalam, ternyata bukan mereka yang bermasalah, melainkan sebenarnya mereka mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu mencerna materi yang diberikan oleh guru.
Saat ini kita sebagai orang tua tentunya juga merasakan beratnya tugas yang harus kita emban ketika membantu anak belajar di rumah. Kadang kala kita protes terhadap materi yang “mungkin tidak sesuai dengan ukuran pola pikir anak”. Ini yang memungkinkan timbulnya “school stress” pada anak. Bobbi dePorter, Presiden Learning Forum California USA dan penulis buku Quantum Learning dan Quantum Teaching, menjelaskan bahwa proses pembelajaran dapat divisualisasikan dengan membayangkan diri kita berada dalam ruangan yang gelap gulita. Ketika sebuah senter dinyalakan, selisih waktu antara munculnya cahaya yang terpantul ke dinding dengan saat jari kita menekan tombol \"on\" pada senter tersebut sangat cepat, bahkan hampir bersamaan. Begitu juga dalam proses pembelajaran, seharusnya kecepatan otak siswa dalam menangkap materi dan informasi dari guru adalah 1.287 km per jam, sama dengan kecepatan cahaya yang keluar dari senter yang memantul ke dinding. Tapi kenapa banyak siswa yang bingung, lambat, bahkan gagal dalam mencerna materi belajar dari guru?
Ternyata, banyaknya siswa yang dianggap lambat dan gagal menerima materi dari guru disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, jika gaya mengajar guru sesuai dengan gaya belajar siswa, semua pelajaran akan terasa sangat mudah dan menyenangkan. Guru akan merasa senang karena menganggap semua siswanya cerdas dan berpotensi untuk sukses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya.
Kita harus mulai menggunakan cara-cara belajar dan mengajar yang membuat anak tidak merasa menjadi beban. Kita mulai dari diri kita sebagai orang tua maupun sebagai guru untuk mengubah pola pikir kita dalam membelajarkan anak. Anak bukanlah gelas kosong yang bisa kita isi apapun. Setiap anak adalah istimewa. Mereka mempunyai kemampuan masing-masing sesuai dengan gaya belajarnya. Kita tidak bisa memaksakan gaya belajar kita kepada kita atau kepada murid kita.
Mengenal Modalitas Belajar Anak
Apa itu modalitas belajar ? Modalitas belajar adalah cara kita menyerap informasi melalui indera yang kita miliki. Masing-masing orang mempunyai kecenderungan berbeda-beda dalam menyerap informasi. Ada beberapa tipe gaya belajar yang bisa kita cermati dan mungkin kita ikuti bila memang kita merasa cocok dengan gaya itu.
Pertama, Gaya Belajar Visual (Visual Learners/Pengamat). Gaya belajar seperti ini menjelaskan bahwa kita harus melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagai orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Untuk mengatasi ragam masalah di atas, pendekatan yang bisa digunakan, sehingga belajar tetap bisa dilakukan dengan memberikan hasil yang menggembirakan adalah menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran. Perangkat grafis itu bisa berupa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan, kartu bergambar, catatan dan kartu-kartu gambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan.
Gaya belajar kedua disebut Auditory Learners/Pendengar atau gaya belajar yang mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk belajar bila kita termasuk orang yang memiliki kesulitan-kesulitan belajar seperti di atas. Pertama adalah menggunakan tape perekam sebagai alat bantu. Alat ini digunakan untuk merekam bacaan atau catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di depan kelas untuk kemudian didengarkan kembali. Pendekatan kedua yang bisa dilakukan adalah dengan wawancara atau terlibat dalam kelompok diskusi. Sedang pendekatan ketiga adalah dengan mencoba membaca informasi, kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah dengan melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar.
Gaya belajar lain yang juga unik adalah yang disebut Tactual Learners (Kinestethic/Tipe Penggerak) atau kita harus menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar kita bisa mengingatnya. Tentu saja, ada beberapa karekteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar kita bisa terus mengingatnya. Kedua, hanya dengan memegang kita bisa menyerap informasinya tanpa harus membaca penjelasannya. Karakter ketiga adalah kita termasuk orang yang tidak bisa/tahan duduk terlalu lama untuk mendengarkan pelajaran. Keempat, kita merasa bisa belajar lebih baik bila disertai dengan kegiatan fisik. Karakter terakhir, orang-orang yang memiliki gaya belajar ini memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim dan kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability).
Untuk orang-orang yang memiliki karakteristik seperti di atas, pendekatan belajar yang mungkin bisa dilakukan adalah belajar berdasarkan atau melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model atau peraga, bekerja di laboratorium atau bermain sambil belajar. Cara lain yang juga bisa digunakan adalah secara tetap membuat jeda di tengah waktu belajar. Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter Tactual Learner juga akan lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk belajar mengucapkannya atau memahami fakta.
Penggunaan komputer bagi orang-orang yang memiliki karakter Tactual Learner akan sangat membantu. Karena, dengan komputer ia bisa terlibat aktif dalam melakukan touch, sekaligus menyerap informasi dalam bentuk gambar dan tulisan. Selain itu, agar belajar menjadi efektif dan berarti, orang-orang dengan karakter di atas disarankan untuk menguji memori ingatan dengan cara melihat langsung fakta di lapangan.
Penutup
Sudah saatnya kita mengenali modalitas belajar kita sebagai orang tua/guru, baru kita bisa mengenal modalitas belajar anak/murid kita. Dengan demikian kita tidak akan memaksakan anak untuk mengikuti gaya belajar kita. Biarkan anak belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Anak kita memiliki perjalanan yang panjang yaitu 24 tahun. Kita bisa mengibaratkan anak kita adalah pelari marathon yang awalnya berlari pelan, namun mendekati akhir barulah melakukan sprint. Seandainya anak kita kita paksa untuk berlari cepat pada awalnya besar kemungkinan di akhir akan kehilangan tenaganya. Oleh karena itu janganlah kita selalu membebani dengan pemaksaan untuk harus dan harus bisa menguasai berbagai pelajaran yang disampaikan. Salam untuk semua orang tua dan para guru, berjuanglah dengan tulus hati demi tunas-tunas negeri yang akan menjadi penghias dunia dan akhirat.
SUMBER
Akbar Zainudin dalam Kompasiana Edukasi Gaya Belajar Dan Modalitas Belajar Siswa, diposting pada Senin, 12 April 2010 pada http://Edukasi.Kompasiana.Com/ 2009/12/20/Memahami-Gaya- Belajar-Siswa/
Usep Saefurohman, S.Pd. dalam artikel Gaya Mengajar Guru adalah Gaya Belajar Siswa Diposting Selasa, 11 Agustus 2009 pada www.tribunjabar.co.id/.../ gaya-mengajar-guru-adalah- gaya-belajar-siswa
Memahami Gaya Belajar Agar Makin Pintar, http://www.tempo.co.id/edunet/
Akbar Zainudin dalam Kompasiana Edukasi Gaya Belajar Dan Modalitas Belajar Siswa, diposting pada Senin, 12 April 2010 pada http://Edukasi.Kompasiana.Com/
Usep Saefurohman, S.Pd. dalam artikel Gaya Mengajar Guru adalah Gaya Belajar Siswa Diposting Selasa, 11 Agustus 2009 pada www.tribunjabar.co.id/.../
Memahami Gaya Belajar Agar Makin Pintar, http://www.tempo.co.id/edunet/
* Penulis adalah guru SMP Negeri 9 Yogyakarta tinggal di Semaki Gede UH I/194 Yogyakarta 55166, Telp. (0274) 557440 / HP. 08157951916